Kemendagri Tunggu Arahan Prabowo soal Pelantikan Kepala Daerah

0
3

Surat Kabar Nasional.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto masih menunggu petunjuk Presiden Prabowo Subianto serta mengkonsultasikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait jadwal pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024.

“Ya ini masih dikonsultasikan kepada MK. Kita minta petunjuk dulu dari Bapak Presiden,” kata Bima di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/12).

Bima ingin mengutamakan prinsip keserentakan dalam pelantikan kepala daerah. Di sisi lain, ia mengatakan masih menghormati tahapan-tahapan gugatan Pilkada yang diajukan ke MK sehingga harus menyesuaikan.

“Dan kalau mengikuti keserentakan kan harus ditunggu juga,” kata dia.

Di sisi lain, Bima mengatakan Kemendagri akan fokus membahas rencana jadwal pelantikan kepala daerah pada awal tahun 2025 nanti. Sementara saat ini masih dikonsultasikan terlebih dulu.

Ia kemudian menjelaskan salah satu norma dalam putusan MK diperintahkan pelantikan kepala daerah terpilih harus memperhatikan keserentakan. Hal ini bisa dikecualikan bagi daerah yang gugatannya dikabulkan oleh MK untuk digelar Pilkada diulang.

“Nah itu artinya kan semua yang harus serentak itu, Baik yang tidak mengalami gugatan atau yang gugatan ditolak, Kan tafsirnya begitu. Jadi masih harus dikonsultasikan lagi Kepastian seperti apa,” kata dia.

Pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 telah dilaksanakan pada 27 November lalu. Hasil pilkada setiap daerah pun sudah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masing-masing daerah.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024, pemerintah akan menggelar dua kali pelantikan kepala daerah serentak.

Pertama, pelantikan gubernur dan wakil gubernur hasil Pilkada tahun 2024 dilaksanakan secara serentak pada tanggal 7 Februari 2025. Sementara pelantikan bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota hasil Pilkada dapat dilaksanakan secara serentak pada tanggal 10 Februari 2025.

Kemudian pelantikan kepala daerah dapat dilaksanakan setelah tanggal itu dengan catatan hanya berlaku dengan tiga kondisi di pasal 2A ayat (3).

Pertama, perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Kedua, putaran kedua untuk Pilgub DKI Jakarta. Ketiga, keadaan memaksa atau force majeur yang menyebabkan tertundanya pelaksanaan pelantikan.