Suratkabarnasional.com – Ekonom Indef Nailul Huda mengkritik kebijakan program Kartu Prakerja 2023 yang menaikkan bantuan untuk pelatihan, namun mengurangi insentif uang tunai yang diterima peserta.
Ia menegaskan program bantuan yang ditujukan untuk pekerja yang terkena PHK tersebut jelas merugikan peserta. Hal ini dikarenakan, meski nilai bantuan tahun depan naik menjadi Rp4,2 juta, namun insentif yang bakal masuk kantong peserta makin kecil dibandingkan tahun ini.
Nilai bantuan tahun ini sebesar Rp3,55 juta per peserta terdiri dari biaya pelatihan Rp1 juta, insentif pasca pelatihan Rp2,4 juta yang diberikan sebanyak empat kali selama empat bulan (Rp600 ribu per bulan), dan insentif survei Rp150 ribu.
“Jadi, sangat menyayangkan pengurangan ini. Ditambah badai PHK tengah dan akan terjadi ke depan,” imbuhnya.
Menurutnya, jika biaya pelatihan sudah diberikan sangat besar seharusnya pelatihan dilakukan secara offline/luring. Sebab, jika dilakukan dengan online, maka sama saja memberikan keuntungan tersembunyi bagi platform pelatihan kerja.
“Kalau pelatihannya masih online, dengan biaya pelatihan Rp3,5 juta ya menguntungkan platform pemberi pelatihan secara online. Karena biaya pembuatan pelatihan cukup murah kalau untuk online. Makanya, seharusnya sih offline atau tatap muka pelatihannya,” jelasnya.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet punya pendapat berbeda. Ia menilai kenaikan biaya pelatihan yang ditetapkan pada tahun depan sudah tepat.
Sebab, dia menilai kebijakan ini sebagai langkah pemerintah untuk menyelesaikan kondisi ketenagakerjaan yang selama ini menjadi ‘PR’ besarnya.
“Di tahun depan, pemerintah berupaya untuk dapat mengembalikan kondisi ketenagakerjaan ke posisi yang lebih baik. Salah satu bentuknya dengan mendorong tingkat pengangguran ke level yang lebih rendah. Tentu untuk mendorong angkatan kerja bisa kembali masuk ke lapangan kerja, diperlukan skill yang memang cocok untuk lapangan kerja yang tersedia,” jelas Rendy.
“Sehingga, saya kira dalam upaya menuju kesana alasan pemerintah dalam menaikkan anggaran Kartu Prakerja menjadi masuk akal,” lanjutnya.
Meski demikian, Rendy memberikan catatan bahwa program ini harus dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja oleh pemerintah. Dengan begitu, tujuannya guna mengurangi pengangguran melalui program ini bisa terlaksana.
“Pemerintah juga perlu sigap dalam program penciptaan lapangan kerja, sehingga nantinya lulusan dari program ini bisa terserap ke lapangan kerja yang tersedia. Lalu beberapa pelatihan juga perlu tersedia untuk beragam skill yang dibutuhkan dari beragam industri,” tandasnya.