Suratkabarnasional.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi kerugian negara mencapai Rp4,5 triliun dari pembangunan jalan tol di Indonesia era pemerintahan Jokowi.
KPK menemukan titik rawan korupsi yaitu lemahnya akuntabilitas lelang, benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajiban.
KPK juga merilis sejumlah temuan masalah dalam daftar kelola jalan tol Indonesia yang sejak 2016 mengalami peningkatan drastis mencapai 2.923 kilometer itu. Hal itu KPK sampaikan melalui cuitan di akun Twitter @KPK_RI, Selasa (7/3/2023).
Berikut masalah tata kelola jalan tol era Jokowi yang disorot KPK :
Proses perencanaan
KPK menemukan masalah pengaturan pengelolaan jalan tol yang masih menggunakan aturan lama. Akibatnya, rencana pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi dana pengadaan tanah.
Proses lelang
KPK menemukan dokumen lelang tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan.
Proses pengawasan
Dalam hal ini,KPK menyoroti belum ada mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban BUJT. Akibatnya, pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.
Potensi benturan kepentingan
KPK juga menyoroti investor pembangunan dalam hal ini didominasi oleh 61,9 persen kontraktor pembangunan yakni BUMN Karya (Pemerintah). Akibatnya, terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi.
Tidak ada aturan lanjutan
KPK menilai belum ada aturan tentang penyerahan pengelola jalan tol yang lebih lanjut. Akibatnya, mekanisme pasca pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu.
Potensi kerugian negara
Lemahnya pengawasan mengakibatkan sejumlah BUJT tidak membayarkan kewajiban mereka hingga berpotensi menimbulkan kerugian negara mencapai Rp4,5 triliun.